Rp 200 Triliun untuk Desa: Harapan Rakyat, Risiko Hukum

Posted on

JAKARTA, NUSADAILY.ID – Pemerintah menempatkan dana Rp 200 triliun di bank-bank milik negara (Himbara) untuk mendukung program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Program yang baru saja diluncurkan Presiden Prabowo Subianto ini diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan dari desa dan kelurahan di seluruh Indonesia. Dana tersebut akan memberi peluang bagi lebih dari 80 ribu koperasi desa untuk mengakses pinjaman hingga Rp 3 miliar per unit dengan bunga rendah. Melalui koperasi, pemerintah menargetkan distribusi pangan, logistik, hingga layanan dasar masyarakat dapat lebih merata dan terjangkau, Rabu (17/09/2025).

“Tujuan kita sederhana, memperkuat ekonomi rakyat dari desa agar akses pangan dan kebutuhan dasar lebih mudah dan murah,” ujar Presiden Prabowo saat meresmikan program pada Senin (16/9). Pemerintah menegaskan mekanisme penyaluran dana dilakukan dengan hati-hati. Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan setiap koperasi penerima wajib melalui proses uji tuntas sehingga hanya yang benar-benar layak yang dapat mengakses pembiayaan. Untuk mengantisipasi risiko gagal bayar, pemerintah juga menyiapkan mekanisme pemotongan dana desa atau DAU yang akan diberlakukan bila terjadi masalah dalam pengembalian pinjaman.

Meski demikian, sejumlah ekonom tetap mengingatkan potensi persoalan hukum dari kebijakan ini. Ekonom senior Didik J. Rachbini menilai penempatan dana sebesar itu harus dijalankan sesuai aturan agar tidak menjadi preseden buruk. Menurutnya, jika tidak sesuai dengan UU Keuangan Negara dan UU APBN, publik bisa melihat anggaran digunakan sesuka hati. Nada lebih keras disampaikan ekonom Ibrahim Assuaibi. Ia menilai kebijakan ini berpotensi menabrak konstitusi dan sarat muatan politis. “Risiko penyalahgunaan kewenangan besar sekali bila tidak transparan,” ujarnya.

Di tengah kritik tersebut, masyarakat desa menyambut program ini dengan penuh harapan. Sulastri, pengurus koperasi di Kabupaten Bungo, Jambi, mengaku selama ini pelaku usaha kecil kesulitan mendapat pinjaman bank karena keterbatasan agunan. Dengan adanya koperasi Merah Putih, ia berharap permodalan menjadi lebih mudah diakses. Hal senada diungkapkan Wahyu, seorang nelayan di Pati, Jawa Tengah. Menurutnya, jika koperasi bisa membeli langsung hasil tangkapan nelayan lalu menyalurkan ke pasar, harga akan lebih adil dan ketergantungan pada tengkulak dapat dikurangi.

Dengan beragam pandangan tersebut, publik dihadapkan pada dua wajah dari kebijakan penempatan dana Rp 200 triliun di Himbara. Di satu sisi, pemerintah dan masyarakat desa menaruh harapan besar bahwa koperasi dapat menjadi tonggak baru pembangunan ekonomi kerakyatan. Di sisi lain, ekonom mengingatkan bahwa transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum tetap harus dijaga agar kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat desa tidak justru menjadi polemik baru dalam pengelolaan keuangan negara.

Jurnalis: Prasetiyo/*
Disusun oleh: Redaksi / nusadaily.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *