JAKARTA, NUSADAILY.ID – Kementerian Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mengalami defisit Rp321,6 triliun hingga Agustus 2025. Defisit ini setara 1,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), mencerminkan tren belanja pemerintah yang lebih besar daripada pendapatan di delapan bulan pertama tahun berjalan, Rabu (24/09/2025).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam pemaparan APBN KiTA di Jakarta, Selasa (23/9), mengungkapkan realisasi pendapatan negara baru mencapai Rp1.638,7 triliun atau 57,2 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025. Di sisi lain, belanja negara telah menembus Rp1.960,3 triliun atau 55,6 persen dari pagu.
“Defisit ini memang sudah diperkirakan sejak awal tahun. Pemerintah tetap berupaya menjaga agar rasio defisit terhadap PDB tidak melebar di luar batas yang ditetapkan undang-undang,” kata Purbaya.
Selain itu, pemerintah juga telah menarik utang baru sebesar Rp463,7 triliun per 31 Agustus 2025. Angka ini mencapai 59,8 persen dari target penarikan utang sepanjang tahun sebesar Rp775,9 triliun. Utang tersebut digunakan untuk menutup defisit sekaligus mendukung program prioritas pemerintah.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, realisasi subsidi dan kompensasi hingga Agustus mencapai Rp218 triliun, naik 4,5 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp208,6 triliun. Lonjakan subsidi ini dipicu meningkatnya konsumsi BBM sebesar 3,5 persen, dari 10,28 juta kiloliter pada Agustus 2024 menjadi 10,63 juta kiloliter pada Agustus 2025.
Kondisi ini menunjukkan beban fiskal pemerintah masih berat, terutama dalam menjaga keseimbangan antara belanja subsidi dan kebutuhan pembangunan. Di satu sisi, subsidi diperlukan untuk menahan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat. Namun di sisi lain, belanja subsidi yang terus meningkat berisiko mengurangi ruang fiskal untuk belanja produktif, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Ekonom menilai, tantangan pemerintah ke depan adalah menekan defisit agar tidak membengkak di tengah potensi perlambatan ekonomi global. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 yang moderat, penerimaan pajak bisa menghadapi tekanan, sementara belanja negara sulit ditekan karena kebutuhan subsidi dan belanja sosial.
Jika defisit tidak dikelola dengan hati-hati, risiko pembiayaan lewat utang semakin besar. Hal ini berpotensi menambah beban bunga di tahun-tahun berikutnya, yang pada gilirannya akan mempersempit ruang fiskal 2026.
Pemerintah berkomitmen menjaga defisit APBN tetap dalam kisaran aman sesuai UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni maksimal 3 persen dari PDB. Namun, pencapaian itu sangat bergantung pada kinerja penerimaan pajak, pengendalian subsidi energi, serta efektivitas belanja negara sepanjang sisa tahun ini.
Jurnalis: Pras88/*
Disusun Oleh: Redaksi / nusadaily.id