17 Tahun Sawit Tanpa Izin: PT BMM Rugikan Negara, Sungai dan Warga Bungo Jadi Korban

Posted on

“17 tahun mulai berdiri tapi yang menjadi dugaan kita selama 9 tahun Pasca Putusan MK tidak ada niat baik mereka untuk ngurus izin HGU nya, lalu sekarang Kenapa baru mulai diurus?”

BUNGO, NUSADAILY.ID –  Di tepi sungai kecil yang mengalir di Kecamatan Pelepat, deretan pohon kelapa sawit berdiri hanya beberapa langkah dari air. Akar-akar yang merayap ke tepian memperlihatkan bagaimana perusahaan perkebunan, PT Bina Mitra Makmur (PT BMM), telah menembus zona yang seharusnya dilindungi, Jumat (05/09/2025).

Selama lebih dari 17 tahun, perusahaan sawit ini beroperasi di Kabupaten Bungo tanpa Hak Guna Usaha (HGU), izin legal yang menjadi syarat mutlak bagi perkebunan skala besar di Indonesia. Aktivitas ini tidak hanya memunculkan pertanyaan soal kepatuhan hukum, tetapi juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah daerah.

Menurut investigasi LSM Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR), PT BMM bukan hanya beroperasi tanpa HGU, tetapi juga menanam sawit di sempadan sungai. Padahal aturan pemerintah menetapkan jarak minimal 50 meter dari Daerah Aliran Sungai (DAS) harus bebas dari perkebunan. Pelanggaran ini, kata mereka, bukan sekadar soal izin, melainkan ancaman bagi ekosistem air yang menopang kehidupan warga.

“Kerugian negara sudah jelas. Tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah kerusakan lingkungan yang akan diwariskan kepada generasi berikutnya,” ujar Fahlefi, Ketua INAKOR Jambi. Ia menambahkan, alasan perusahaan yang menyebut izin masih dalam proses hanyalah dalih untuk menutupi kelalaian yang berlangsung bertahun-tahun.

Bagi warga Bungo, sungai bukan hanya sumber air, tetapi juga ruang hidup tempat mereka mencuci, menangkap ikan, hingga menjadi jalur transportasi tradisional. Ketika pohon sawit tumbuh begitu dekat, ancaman erosi, sedimentasi, dan pencemaran menjadi nyata.

Meski DPRD Bungo dan aktivis telah berulang kali menyuarakan kritik, hingga kini tidak ada langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten Bungo. INAKOR bahkan mendorong Kementerian ATR/BPN untuk mengkaji ulang pengajuan HGU PT BMM dan mendesak kejaksaan agar turun tangan.

“Kalau pemerintah daerah membiarkan, ini bisa jadi preseden buruk. Perusahaan lain akan menganggap hukum bisa dinegosiasikan,” tegas Fahlefi.

“17 tahun mulai berdiri tapi yang menjadi dugaan kita selama 9 tahun Pasca Putusan MK tidak ada niat baik mereka untuk ngurus izin HGU nya, lalu sekarang Kenapa baru mulai diurus?” tambah Fahlefi mempertanyakan.

Sementara itu, upaya masyarakat menghubungi pihak PT BMM tak kunjung mendapat jawaban. Diamnya perusahaan hanya menambah daftar pertanyaan: sampai kapan operasi tanpa izin ini dibiarkan?

Jurnalis: ASAD/Bintang34/*
Disusun oleh: Redaksi / nusadaily.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *