Bukan Sekadar Honor, Tapi Harga Sebuah Keharmonisan

Posted on

BUNGO, NUSADAILY.ID – Siang itu, ruang sederhana Bidang Kesbang dan Wasnas BPBD Kesbangpol Kabupaten Bungo berubah menjadi arena diskusi penuh ketegangan. Bukan karena program pembangunan tertunda akibat efisiensi anggaran, melainkan perkara yang tampak sepele, namun sesungguhnya sarat makna: honorarium Tim Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Senin (01/09/2025).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas keuangan Pemkab Bungo tahun anggaran 2024. Di dalamnya, ada catatan yang langsung menyita perhatian: standar pembayaran honor Forkopimda dianggap keliru. Selama ini, honor diberikan dengan pola narasumber sesuai Perpres Nomor 53 Tahun 2023. Namun menurut BPK, Forkopimda mestinya diperlakukan sebagai tim pelaksana kegiatan dengan mekanisme berbeda.

Perbedaan tafsir itu tak sekadar teknis. BPK menyebut ada Rp118,57 juta yang harus dikembalikan ke kas daerah. Sementara perhitungan internal Pemkab melalui BPBD Kesbangpol hanya Rp82,87 juta. Selisih Rp35,7 juta inilah yang membuat dahi berkerut. “Kami memberikan honor sesuai aturan saat itu, bukan mengada-ada,” ujar Bujang Jafar, Kabid Kesbang dan Wasnas, mencoba menenangkan suasana meski rasa heran tak bisa disembunyikan.

Di balik angka-angka itu, sesungguhnya tersimpan dilema. Bagi Forkopimda, honor bukan semata rupiah. Itu simbol penghargaan atas waktu, tenaga, dan tanggung jawab mereka menjaga stabilitas daerah. Namun bagi pemerintah daerah, rekomendasi BPK adalah mandat yang tak bisa ditawar. Di sinilah letak persoalannya: bagaimana menegakkan aturan tanpa menyinggung rasa?

Pemkab Bungo memilih jalan diplomatis. Klarifikasi resmi akan dikirimkan ke BPK, sementara Forkopimda dijanjikan penjelasan terbuka. “Yang terpenting, kepercayaan dan keharmonisan tetap terjaga,” tegas Zainadi, Kepala BPBD Kesbangpol.

Lebih jauh, pemerintah daerah juga menyiapkan langkah korektif jangka panjang: penataan ulang mekanisme penganggaran Forkopimda, hingga rencana penerbitan Peraturan Bupati agar standar honor lebih jelas dan tidak menimbulkan multitafsir di kemudian hari.

Laporan audit mungkin dingin dan kaku, penuh angka dan pasal. Tetapi di balik itu, ada kisah lain: tentang hubungan antar pemimpin daerah yang mesti dijaga. Persoalan honor ini mengingatkan bahwa kebijakan publik tidak hanya perkara hitung-hitungan rupiah, tetapi juga soal rasa saling menghargai.

Pepatah Melayu yang akrab di telinga masyarakat Bungo kembali relevan: “bersatu padu bagai aur dengan tebing.” Begitu pula harapan Pemkab, agar selisih honor tidak berubah menjadi selisih hati.

Jurnalis: Pras/*
Diolah oleh: Redaksi / nusadaily.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *