BUNGO, NUSADAILY.ID – Bertahun-tahun lamanya, warga Dusun Pelayang Keruh di tepian Sungai Batang Tebo menyaksikan sumber kehidupan mereka perlahan menghilang. Sungai yang dulu jernih, tempat mereka mengambil air minum dan mencari ikan, kini berubah keruh akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang kian merajalela, Kamis (11/09/2025).
Kemarahan warga kini tak lagi bisa dibendung. Pekan ini, para tokoh masyarakat mengeluarkan peringatan keras: jika aparat kepolisian tidak segera menghentikan aktivitas ilegal itu, mulai dari penggunaan excavator (Alat Berat) raksasa hingga sistem lobang jarum, maka mereka siap menutup jalan poros utama di Kecamatan Limbur.
Warga juga memperingatkan agar aparat segera bertindak tegas. Mereka menegaskan jangan sampai terjadi aksi spontan masyarakat menutup jalan poros Kecamatan Limbur. “Tolong dibunyikan di situ Pak, jangan sampai sekian kali warga kami Pelayang menutup jalan poros Kecamatan Limbur. Jangan pula nanti dari pihak keamanan menyalahkan warga kami Pelayang kalau itu terjadi,” tegas tokoh masyarakat lainnya, Rabu (10/09/2025).
Bagi warga Pelayang, taruhannya bukan sekadar air yang keruh. Sungai Batang Tebo adalah nadi kehidupan: penyedia air bersih, sumber makanan, sekaligus penopang ekonomi. Setiap hari aktivitas PETI berlanjut, masa depan mereka kian terkikis, digantikan endapan lumpur, aliran sungai yang tercemar, dan suara mesin tambang ilegal yang tak henti meraung memekakan kedamaian.
Fenomena ini bukan hal baru. Di banyak wilayah Indonesia, PETI telah lama menjadi momok, didorong oleh harga emas yang terus naik dan lemahnya penegakan hukum. Namun, di Bungo, ketegangan yang memuncak membuat sorotan publik kini tertuju pada aparat keamanan.
Warga menegaskan, razia sesaat tidak cukup. Mereka menuntut penindakan berkelanjutan, bukan operasi sekali lewat yang membuat penambang kembali bekerja hanya beberapa hari kemudian.
Desakan ini sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menegaskan larangan keras terhadap PETI karena merusak lingkungan dan merugikan negara. “Kami tidak ingin melawan negara,” ujar seorang warga lainnya. “Kami ingin negara hadir membela kami, membela sungai kami, membela masa depan anak cucu kami.”
Di saat Sungai Batang Tebo semakin gelap dan keruh, kesabaran warga juga ikut menipis. Bagi warga setempat, pilihannya semakin sempit: pemerintah harus menyelamatkan sungai, atau masyarakat sendiri yang akan turun tangan dengan memblokir jalan hingga suara mereka didengar.
Jurnalis: Bone/*
Disusun oleh: Redaksi / nusadaily.id