“Kalau sudah dinonaktifkan, ya tidak pantas lagi menerima gaji dan fasilitas DPR,” kata Sarmuji di Jakarta, Rabu (3/9).
JAKARTA, NUSADAILY.ID – Dua partai koalisi, Nasdem dan Partai Amanat Nasional (PAN), mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementerian Keuangan untuk segera menghentikan pembayaran gaji, tunjangan, dan fasilitas bagi anggota DPR yang telah dinonaktifkan oleh partainya masing-masing. Surat resmi terkait desakan tersebut telah dilayangkan ke Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR, Kamis (04/09/2025).
Nama-nama yang masuk dalam daftar nonaktif antara lain Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Nasdem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN, serta Adies Kadir dari Partai Golkar.
Ketua Fraksi Golkar DPR, Muhammad Sarmuji, menilai praktik pemberian gaji bagi anggota nonaktif tidak dapat dibenarkan. “Kalau sudah dinonaktifkan, ya tidak pantas lagi menerima gaji dan fasilitas DPR,” kata Sarmuji di Jakarta, Rabu (3/9).
Wakil Sekretaris Jenderal PAN, Saleh Partaonan Daulay, menyebut langkah itu sebagai bentuk penegakan disiplin internal. “Kami ingin menunjukkan bahwa anggota yang mencoreng nama DPR tidak bisa tetap menikmati hak yang sama seperti anggota aktif,” ujarnya.
Namun, secara hukum posisi anggota DPR tetap dilindungi oleh Undang-Undang MD3 dan tata tertib DPR, yang tidak mengenal istilah nonaktif. Kehilangan status keanggotaan maupun hak keuangan hanya bisa terjadi setelah partai mengajukan mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua DPP Nasdem, Willy Aditya, mengakui keterbatasan itu. “Nonaktif adalah sanksi internal partai. Tapi kalau bicara legalitas di DPR, memang harus lewat mekanisme PAW. Itu yang sedang kami siapkan,” jelasnya.
Dengan demikian, meski partai politik menekan agar hak keuangan segera dihentikan, keputusan final tetap berada di tangan Setjen DPR dan Kementerian Keuangan. Hingga saat ini, belum ada kepastian kapan, atau apakah, desakan tersebut akan diakomodasi.
Jurnalis: ASAD/Bintang34/*
Disusun oleh: Redaksi / nusadaily.id