Site icon Nusa Daily

Tambang Ilegal Limbur Lubuk Mengkuang, Bukan Urusan Pribadi, Tetapi Ancaman Kita Semua

Pernyataan bos tambang di Limbur Lubuk Mengkuang bahwa aktivitas tambang ilegal adalah urusan pribadi karenanya harus dibantah keras. Konstitusi, undang-undang, dan bukti kerusakan di lapangan menegaskan sebaliknya: tambang ilegal adalah tindak pidana, kejahatan lingkungan, dan ancaman bagi kehidupan bersama.

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi

JAMBI, NUSADAILY.ID – Belakangan muncul narasi dari para pelaku tambang ilegal di Limbur Lubuk Mengkuang, Kabupaten Bungo, yang mengatakan, “Ini tanah kami, modal kami, apa urusan pemerintah ? Kalau cerita ilegal, di tempat lain lebih parah, kenapa usil sama kami?”, Sabtu (06/09/2025).

Narasi seperti ini sesungguhnya rapuh dan menyesatkan, berangkat dari asumsi keliru bahwa kepemilikan tanah memberi legitimasi penuh untuk mengeksploitasi isi perut bumi tanpa izin dan tanpa memedulikan kerugian bagi masyarakat luas.

Konstitusi kita jelas menolak pandangan itu. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Mineral, batubara, dan sumber daya lain yang berada di bawah tanah di Limbur Lubuk Mengkuang bukanlah milik pribadi, tetapi milik bangsa yang harus dikelola melalui izin resmi dan pengawasan negara. Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap usaha pertambangan wajib memiliki izin dari pemerintah pusat. Pasal 158 secara eksplisit menyatakan bahwa mereka yang menambang tanpa izin dapat dipidana penjara hingga lima tahun dan denda hingga seratus miliar rupiah. Dengan dasar hukum sekuat itu, klaim “tanah saya, modal saya” jelas gugur di hadapan hukum.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa di Limbur Lubuk Mengkuang kerusakan akibat tambang ilegal sudah nyata dan meluas. Sungai-sungai kecil yang bermuara ke Batang Tebo mengalami pencemaran berat akibat lumpur dan limbah tambang. Air yang dahulu jernih kini keruh, mengancam pertanian dan kesehatan masyarakat. Lubang-lubang tambang yang dibiarkan menganga menjadi ancaman longsor dan kecelakaan, terlebih saat musim hujan. Debu batubara dari aktivitas pengangkutan dan penumpukan juga telah dirasakan warga, mengganggu pernapasan dan menurunkan kualitas udara. Situasi ini sejalan dengan temuan Saptawartono dkk. (2024) yang menegaskan bahwa aktivitas PETI membawa dampak ekologis serius berupa erosi, sedimentasi, dan penurunan kualitas air yang mengancam ketahanan hidup masyarakat di sekitar lokasi tambang.

Polres Bungo pada Februari 2025 bahkan melakukan razia dengan membakar 11 lubang tambang emas ilegal di Limbur Lubuk Mengkuang. Namun, penindakan ini belum menyentuh akar masalah, sebab media lokal mencatat masih terdapat sekitar 70 lubang aktif di kawasan tersebut yang beroperasi dengan sistem setoran terstruktur. Fenomena lemahnya penegakan hukum ini juga ditegaskan oleh Darmajaya dkk. (2024) dan Pariawan & Dewi (2024), bahwa illegal mining di Indonesia kerap tumbuh subur karena lemahnya koordinasi antarlembaga, adanya praktik perlindungan oleh oknum, serta rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Warga pun berkali-kali meluapkan kemarahan. Pada September 2024 dan Juli 2025, ratusan masyarakat memblokir jalan sebagai bentuk protes karena air sungai menjadi keruh akibat aktivitas PETI, menyulitkan kebutuhan harian mereka seperti mandi, mencuci, dan mengairi sawah. Protes ini membuktikan bahwa tambang ilegal tidak pernah berhenti di batas tanah pribadi, melainkan menebar ancaman luas terhadap hajat hidup orang banyak.

Alasan bahwa di tempat lain terdapat pelanggaran yang lebih parah tidak bisa dijadikan pembenar. Itu hanyalah bentuk logika sesat yang menutupi kesalahan dengan membandingkan kesalahan lain. Hukum tidak mengenal pembenaran melalui perbandingan, melainkan menuntut kepastian dan penegakan keadilan di setiap kasus. Jika logika semacam ini diterima, negara akan kehilangan wibawanya, hukum akan kehilangan daya, dan masyarakat akan jatuh dalam kekacauan. Sebagaimana dicatat Cadizza & Pratama (2024), pembiaran PETI dalam skala nasional memperburuk kerusakan lingkungan sekaligus menurunkan kewibawaan hukum negara.

Ironinya, aparat justru sering lebih cepat menindak petani kecil yang membuka ladang tanpa izin dibandingkan menegakkan hukum terhadap pemodal tambang ilegal. Padahal Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa kecuali. Negara tidak boleh tunduk kepada arogansi modal, melainkan harus hadir untuk menjamin keadilan bagi seluruh rakyat, terutama mereka yang paling lemah dan rentan. Purnomo dkk. (2025) bahkan menekankan bahwa praktik tambang ilegal yang dibiarkan hanya akan melanggengkan kerugian negara, memperburuk kerusakan lingkungan, dan menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat.

Pernyataan bos tambang di Limbur Lubuk Mengkuang bahwa aktivitas tambang ilegal adalah urusan pribadi karenanya harus dibantah keras. Konstitusi, undang-undang, dan bukti kerusakan di lapangan menegaskan sebaliknya: tambang ilegal adalah tindak pidana, kejahatan lingkungan, dan ancaman bagi kehidupan bersama. Negara wajib hadir di Bungo, aparat harus bertindak tegas, dan masyarakat mesti berani bersuara. Jika dibiarkan, yang akan kita warisi hanyalah sungai yang mati, tanah yang rusak, udara yang kotor, dan hukum yang lumpuh di hadapan modal.

Daftar Pustaka

Antara News Jambi. (2025). Polres Bungo Jambi tertibkan tambang emas ilegal. Diakses dari: https://jambi.antaranews.com/berita/605721/polres-bungo-jambi-tertibkan-tambang-emas-ilegal

Boyke Darmajaya, Purnomo, H., Chairul Azhar, M., & Joyo Santoso, M. (2024). Carut Marut Penegakan Illegal Mining di Indonesia. Jurnal RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana. http://dx.doi.org/10.46930/jurnalrectum.v7i2.5772

Cadizza, R., & Pratama, R. C. (2024). Dampak Pertambangan Ilegal Terhadap Kerusakan Lingkungan di Indonesia. UNMUHA Law Journal, 1(2), 83–90. https://ejournal.unmuhalawjournal.id/index.php/unmuhalaw/article/view/14

Detik Sumbagsel. (2024). Protes tambang ilegal bikin keruh sungai, warga Bungo sempat blokir jalan. Diakses dari: https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-7521155/protes-tambang-ilegal-bikin-keruh-sungai-warga-bungo-sempat-blokir-jalan

Jambi Beda. (2025). Tak tersentuh hukum, PETI Lubang Jarum tumbuh subur di Limbur Lubuk Mengkuang Bungo. Diakses dari: https://jambibeda.id/2025/02/14/tak-tersentuh-hukum-peti-lubang-jarum-tumbuh-subur-di-limbur-lubuk-mengkuang-bungo

Metro Jambi. (2025). Resah dengan aktivitas PETI, warga Pelayang Bungo blokir jalan. Diakses dari: https://www.metrojambi.com/daerah/136246772/resah-dengan-aktivitas-peti-warga-pelayang-bungo-jambi-blokir-jalan

Pariawan, I. W., & Dewi, C. I. D. L. (2024). Efektivitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Tambang Ilegal Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 di Wilayah Hukum Polda Bali. Jurnal Hukum Saraswati. https://doi.org/10.36733/jhshs.v7i01.11498

Pemerintah Kabupaten Bungo. (2023). Pemkab Bungo siapkan RTRW tambang emas rakyat, wujudkan penambangan legal dan ramah lingkungan. Diakses dari: https://www.bungokab.go.id/post/read/2468/pemkab-bungo-siapkan-rtrw-tambang-emas-rakyat-wujudkan-penambangan-legal-dan-ramah-lingkungan.html

Purnomo, H., Selara, G., Hermanto, D., & Tharsyah, Z. I. (2025). Potret Buram Ilegal Mining di Indonesia. Jurnal RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana, 7(2), 265–276. Saptawartono, Murati, F., Iashania, Y., & Wijaya, D. A. K. (2024). Dampak Negatif Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Terhadap Lingkungan dan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Teknik Pertambangan, 24(2), 66–73. https://doi.org/10.36873/jtp.v24i2.13370

Exit mobile version